DBD disebabkan oleh virus dengue yang hidup berpindah dari tubuh nyamuk ke manusia. Lalu, kembali ke nyamuk, dan ke manusia lagi. Begitu seterusnya. Dalam tubuh nyamuk, virus dengue selain bisa ditularkan ke manusia, juga bisa “diwariskan” dari nyamuk betina kepada telurnya atau penularan trans-ovarial.
DBD, Hidup Bersama di Rumah
Oleh: Lukman Hakim*)
SETIAP musim hujan datang, warga Jawa Barat di wilayah bagian
Utara dan Tengah, sering kali dicemaskan oleh ancaman Demam Berdarah Dengue (DBD).
Sudah ratusan, mungkin ribuan, yang terpaksa “menginap” di rumah sakit, terkadang
harus rela tidur di lorong karena tempat tidur yang resmi sudah penuh. Bahkan beberapa
di antaranya, harus rela kehilangan nyawanya.
Menyikapi keadaan tersebut yang terjadi hampir tiap tahun ini, ada yang (seharusnya)
menjadi pertanyaan kita. Mengapa DBD terus mengancam? Bahkan dengan jumlah korban
yang terus meningkat setiap tahunnya.
Manusia dan Nyamuk
DBD disebabkan oleh virus dengue yang hidup berpindah dari tubuh
nyamuk ke manusia. Lalu, kembali ke nyamuk, dan ke manusia lagi. Begitu
seterusnya. Dalam tubuh nyamuk, virus dengue selain bisa ditularkan ke
manusia, juga bisa “diwariskan” dari nyamuk betina kepada telurnya atau
penularan trans-ovarial. Selain itu, dapat terjadi pula dari nyamuk
jantan ke nyamuk betina melalui kontak seksual. Oleh karena itu, sangat dimungkinkan
nyamuk yang baru menetas akan membawa virus dengue dan langsung
menularkannya ke manusia yang digigitnya.
Lebih jauh, telur nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus yang
menjadi penular DBD, bisa bertahan selama 6 bulan di tempat kering dengan
menempel di dinding kontainer. Begitu terendam air, misalnya air hujan, maka
telur tersebut akan menetas dan jadi nyamuk dewasa. Hal itulah yang diduga sebagai
penyebab DBD selalu muncul bersamaan dengan datangnya musim hujan.
Gawatnya lagi, nyamuk penular DBD ini hidup bersama manusia (baca: di
rumah). Telur dan jentik Aedes aegypti berkembang di dalam rumah,
misalnya pada tempat penampungan air atau vas bunga. Nyamuk dewasanya sembunyi
di dalam rumah, di tempat yang lembab dan gelap. Sebaliknya, Aedes
albopictus hidup di luar rumah, bertelur di kontainer di sekitar rumah.
Nyamuk dewasanya kebanyakan sembunyi di semak-semak. Ketika nyamuk perlu darah (hanya
nyamuk betina), nyamuk tidak pandang bulu, siapa yang mendekat pasti digigitnya.
Karena itu, meskipun di rumah kita betul-betul sudah tidak ada nyamuk, tapi
kalau di sekitar kita masih ada rumah yang “memelihara” nyamuk, kita tetap
berisiko terkena DBD. Prosesnya, nyamuk tersebut bisa masuk ke rumah atau kita sendiri
yang mendatangi habitat nyamuk secara tidak sengaja; misalnya di tempat kerja atau
sekolah.
Bersihkan Rumah dan Lingkungan
Sekarang apa yang harus kita
lakukan agar DBD menjauh dari kita? Mudah menjawabnya, tapi tidak mudah
melaksanakannya. Bukan karena belum diketahui caranya, tapi kita “belum mau”
melakukannya. Terbukti dari survai yang dilakukan di 9 kota besar di Indonesia,
ditemukan jentik nyamuk Ae. aegypti pada satu di antara tiga rumah.
Tempat “tinggal” nyamuk yang paling
banyak ditemukan adalah penampungan air, bak air, tempayan, drum serta kaleng
dan ban bekas. Padahal, pemilik rumah yang disurvai itu pastinya tahu, “memelihara”
nyamuk berarti mengundang DBD bukan saja bagi dirinya sendiri dan seisi rumah,
tapi juga bagi orang di sekitarnya. Rupanya kita lebih “memilih” hidup dengan
risiko terkena DBD daripada harus bersih-bersih rumah. Dengan kata lain, mungkin
hidup jauh dari nyamuk belum jadi “budaya” kita, bahkan setelah pemerintah
dengan gencar mengkampanyekan gerakan 3 M dan jumat bersih.
Membersihkan rumah dan
lingkungan sekitarnya adalah satu-satunya cara untuk menghentikan DBD. Singapura
dan Kuba telah membuktikannya. Melalui peraturan dan denda yang ketat, DBD
hilang dari kedua negara tersebut. Tapi, karena sifatnya pemaksaan, bukan
keluar dari kesadaran warganya, keadaan itu tidak abadi. Sekarang DBD mulai
muncul lagi di sana, walaupun tidak sehebat di Jawa Barat.
Upaya untuk menghentikan
penularan dan menenangkan masyarakat di wilayah kasus DBD, biasa dilakukan pengasapan
(fogging) dengan insektisida. Tapi, hal ini tidak banyak
manfaatnya, karena hanya membunuh nyamuk dewasa saja. Telur dan larvanya tetap “aman”
di rumah kita. Sehingga dalam waktu 3 atau 4 hari berikutnya akan menetas dan nyamuk
dewasa akan banyak lagi.
Merubah Kebiasaan
Upaya pengendalian DBD, yang
paling baik adalah merubah kebiasaan atau “budaya” tidak peduli pada lingkungan
menjadi lebih memperhatikan lingkungan. Tapi apa itu bisa?
Tentu saja bisa kalau kita mau.
Misalnya dimulai dari rumah kita masing-masing. Secara berkala, setiap hari
minggu atau hari libur misalnya, kita ajak seluruh anggota keluarga
membersihkan seluruh bagian rumah juga pekarangan. Mulailah belajar mengerjakan
sendiri, bukan sepenuhnya menyerahkan kepada pembantu. Bagi tugas di antara
seisi rumah. Misalnya istri dan anak perempuan kebagian di dalam rumah;
menguras bak atau vas bunga, membersihkan rak sepatu juga gondyn atau pakaian
yang tergantung. Sementara itu, suami dan anak laki-laki kebagian di luar
rumah; memangkas semak atau tanaman hias supaya tidak terlalu rindang,
menyingkirkan barang yang bisa digenangi air, juga melancarkan got supaya
airnya tidak menggenang.
Selesai kegiatan di rumah, kemudian
lanjutkan di tempat kerja. Meskipun Anda seorang bos, jangan khawatir “dihina”
orang kalau ikut menguras bak misalnya. Yang harus dipahami, membersihkan
sarang nyamuk DBD bukan cuma kewajiban cleaning service atau “OB” saja,
tapi tanggung jawab kita semua. Sebab, manfaatnya juga untuk kita semua.
Begitu juga, bila diterapkan di
lingkungan sekolah. Kepala sekolah dan guru kelas sebagai motor dan pemberi
contoh, akan memberikan ganda manfaat; lingkungan sekolah akan bebas nyamuk
juga akan tertanam pada setiap benak murid bahwa urusan kebersihan adalah
kewajiban semua orang. Yang pada akhirnya, pola ini diharapkan akan dibawa pulang
dan dipraktekkan langsung di rumahnya masing-masing. Sehingga, setelah mereka
dewasa kelak, diharapkan bisa diterapkan di lingkungan keluarganya.
Melalui Pendidikan
Untuk jangka panjang, merubah
“budaya” seperti di atas, juga dapat dilakukan melalui pendidikan terutama di
sekolah dasar dan menengah. Tentu saja, selain dengan perintah terhadap anak
didik, yang terpenting adalah teladan dari para pendidik termasuk kepala
sekolahnya. Biasanya, anak sekolah lebih taat kepada gurunya dibandingkan
terhadap orang tuanya sendiri.
Oleh karena itu, melalui
peraturan sekolah yang mewajibkan setiap anak melakukan kegiatan kebersihan
setiap minggu misalnya, serta dibarengi dengan contoh dari para gurunya,
diharapkan lingkungan sekolah menjadi bersih dan tidak ada lagi nyamuk vektor
DBD yang bersarang.
Selain itu, meskipun awalnya
“dipaksa”, diharapkan mampu menciptakan budaya bersih pada si anak dan bisa
diterapkan di rumahnya, sekarang atau nanti setelah mereka dewasa dan punya
rumah sendiri. Mungkin peribahasa, “Alah biasa karena terpaksa,” bisa
diterapkan di sini. Pemaksaan dalam hal ini adalah pemaksaan yang positif.
Akhirnya, yang jelas merubah
“budaya” dari yang tidak sehat/kurang sehat menjadi lebih baik atau lebih
sehat, itu memang tidak mudah. Tapi, kalau hal itu tidak dimulai dari sekarang,
mau kapan lagi? Jadi, agar DBD itu tidak hidup bersama di rumah kita, jalan
keluarnya ada di tangan kita sendiri kok!***
*) Penulis, bekerja di Loka Litbang Pemberantasan
Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) Ciamis.
Pemilik Blog ini Arda Dinata adalah Peneliti Kesehatan dan Penulis Buku "BERSAHABAT DENGAN NYAMUK: Jurus Jitu Atasi Penyakit Bersumber Nyamuk."
'new, bersahabat dengan nyamuk, nyamuk, umur nyamuk, morfologi nyamuk, klasifikasi nyamuk, nyamuk aedes aegypti, nyamuk demam berdarah, nyamuk anopheles, nyamuk chikungunya, nyamuk malaria, nyamuk kaki gajah, filariasis, je, penyakit nyamuk, penyakit nyamuk cikungunya, pengertian nyamuk, hindari penyakit nyamuk, demam berdarah nyamuk, nyamuk baru, reperensi penyakit nyamuk, akibat nyamuk, obat nyamuk, nyamuk blog, mosquito, anti mosquito, mosquito trap, mosquito sound, jurnal nyamuk, jurnal nyamuk aedes aegypti, jurnal pengendalian nyamuk, jurnal nyamuk cuex, nyamuk lingkungan, jurnal pengendalian nyamuk, nyamuk psn, jurnal nyamuk search, jurnal larva, aspirator, aspirator nyamuk, insect aspirator, vektor nyamuk, vektor nyamuk culex, struktur vektor nyamuk, vektor nyamuk anopheles, jurnal pengendalian vektor nyamuk, vektor nyamuk filariasis, pengertian vektor nyamuk, artikel vektor nyamuk, contoh vektor nyamuk, buku nyamuk, anatomi nyamuk, tanaman pengusir nyamuk, tanaman pengusir nyamuk dalam rumah, tanaman pengusir nyamuk blog, tanaman hias pengusir nyamuk, tanaman pengusir nyamuk paling ampuh, jual tanaman pengusir nyamuk, tanaman pengusir nyamuk alami, herbal, tompen, tanaman obat, lavender, zodia, wisata ilmiah nyamuk, musium nyamuk, insektarium nyamuk, tompen nyamuk, darah nyamuk'